Monday, July 23, 2012

Mencumbu Wajah Baru Merapi

Puncak Merapi dengan background Gunung Merbabu

Siapa tak kenal Gunung Merapi? Semua kenal akan kegagahan dan juga keganasan Merapi. Gunung yang terletak di Magelang ini masih tercatat sebagai gunung teraktif di dunia ini selalu mengundang para pendaki untuk datang dan bercumbu dengan alam nya.

Pertama kali saya mendaki Merapi saat masih SMA.  Iseng saja pengen nyoba jalur Babadan, tapi bukan puncak yang kami dapat, justru pendakian berujung pada camping ceria. That’s was so fun camping ever! Kedua kalinya adalah tahun 2008. Bersama beberapa kawan kuliah saya untuk pertama kalinya mencicipi trek jalur Selo (2 jam dari Jogja) yang pendek tapi terjal. Dan yang terakhir kalinya adalah penghujung 2011 lalu bersama teman-teman dari Aruphadatu Garudasana.

(26/11)Kami mencoba trek baru! setelah letusan merapi 2010 lalu, ini kali pertama saya mendaki Merapi lagi. Kebetulan malam itu adalah malam 1 Muharam atau Suro. Warga setempat mengadakan upacara Sedekah Gunung. Upacara itu rutin di adakan oleh masyarakat setempat dengan harapan masyarakat akan menjadi aman, tentram, sejahtera dan panen yang melimpah sepanjang tahun. Di penghujung upacara, masyarakat menanam kepala kerbau di Pasar Bubrah. 

Sedekah Gunung; Warga membawa berarakan menuju Pasar Bubrah 
untuk menanam kepala kerbau 
Merapi mengalami banyak sekali perubahan di setiap lekuk tubuh sang Merapi pasca letusan 2010 lalu. Jalur lava yang muntah dari bibir Merapi membuat jalur merapi semakin kacau dan lumayan menyesatkan. Tapi semakin tinggi menapakinya, semakin besar rasa penasaran saya tentang perubahannya. Hingga 04.00 kami sampai di Pasar Bubrah. Dan benar saja, tenda-tenda tampak menghiasi Pasar Bubrah yang juga mengalami perubahan.

Pasar Bubrah adalah tanah lapang yang posisinya lebih rendah sehingga angin di tempat ini tidak terlalu kencang. sehingga para pendaki menjatuhkan pilihan mereka untuk mendirikan tenda di Pasar Bubrah. Pasar Bubrah setelah letusan menjadi lebih lapang. Pasar Bubrah yang dulu banyak sekali bebatuan sekarang diselimuti pasir. Di sini saya an teman-teman beristirahat sejenak sambil mengisi perut sebelum mendaki puncak. Sunrise pagi itu cantik sekali. Sambil ngopi dan menempa angin yang sangat kencang saya menikmati mentari pagi yang tampak malu sekali menampakkan parasnya keemasanya.

Pasar Bubrah 

Menuju Puncak 
Kawah baru Merapi

05.00 saya melanjutkan pendakian. Menurut perkiraan dari Pasar Bubrah sampai ke Puncak membutuhkan waktu 1 jam. Padahal Puncak Merapi sudah di depan mata. Tak sabar, saya langsung tancap gas. Tapi sayang, petugas-petugas BMKG berdiri di Pasar Bubrah dan memberikan instruksi kepada para pendaki yang masih di atas untuk segera turun. Mereka bilang, Merapi sedang “rewel” lagi. Saya pun tak mempedulikan instruksi petugas-petugas itu. Alasan saya, Merapi memang aktif normal dan tidak ada masalah. Akhirnya setelah bernegosiasi panjang lebar, teman saya mendapat ijin untuk naik tapi sebentar saja. that’s fine! Dan kami menyusuri punggungan Merapi yang separuh pertama adalah pasir dan sisanya adalah bebatuan. Gila! Ini seperti mencumbu pasir di Semeru sana. Naik 3 langkah dan merosot turunnya 1sampai 2 langkah!

1 jam persis kami sampai di Puncak. Saya takjub melihat bibir kawah yang ternyata sangat tipis. Teledor sedikit kita bisa matang masuk di kawah Merapi. Sangat mudah untuk melihat kawah beserta isinya. Kepulan belerang dan asap putih keluar dari dalam kawah. 


Di atas puncak 2.850 mdpl, saya bisa melihat cantiknya Merbabu yang di timpa cahaya mentari pagi. Mengajak saya untuk sejenak bersyukur akan kebaikan Tuhan yang masih memberikan kesempatan kepada saya untuk mencumbui alamnya, mengisi relung paru-paru dengan udara pagiNya yang sejuk, dan melangkah diantara pasir yang berbisik menyuarakan keagunganMu.

Pagi yang indah sekaligus menakjubkan menemani saya mencumbu wajah baru Gunung Merapi. Terimakasih Merapi! Kau sangat Memukau!

an Awesome Merapiii!!!




Saturday, July 21, 2012

Mengenal Lebih DekatManusia Pertama Pulau Seram



Menyebut Pulau Seram,  pulau terbesar di Maluku, pasti juga akan menyebut suku Aliffuru. Ya, suku ini merupakan suku asli Pulau Seram. Aliffuru sendiri mempunyai arti manusia pertama. Alif berarti pertama dan uru  berarti manusia. Tapi seiring masuknya agama Islam di pulau ini, nama Alifuru bergeser di ganti menjadi Nusa Indah. Meskipun begitu, di mata luar nama Alifuru jauh lebih di kenal ketimbang Nusa Indah.

Hingga hari ini suku ini masih ada, hanya saja kemudian terpecah menjadi 2 berdasarkan tempat tinggal mereka. Alifuru pesisir dan Alifuru gunung. Alifuru pesisir adalah mereka yang tinggal di pesisir pantai dan Alifuru gunung adalah julukan bagi mereka yang tinggal di gunung. Meskipun mereka masih satu keturunan suku Aliffuru, tapi tempat mereka tinggal mempengaruhi cara hidup mereka. Pada umumnya suku Alifuru pesisir sudah hidup sama seperti kita di kota. Tapi untuk suku Aliffuru gunung berbeda.

Suku Alifuru gunung bisa dijumpai di sepanjang jalur pendakian menuju Gunung Binaiya. Suku ini masih hidup dengan adat dan belum memeluk agama. Sistem hidup mereka juga masih berkelompok dan tidak menetap. Suku ini tinggal bersama-sama, meski beda keturunan, di satu rumah adat. Di rumah yang berukuran kurang lebih 15x8 m2 tersebut mereka bisa tinggal sampai dengan 10 keluarga. Uniknya, meski mereka hidup bersama-sama tapi mereka tak membuat batas ruangan yang signifikan di rumah itu. Mereka hanya memberi tanda semacam garis  tiang di atas untuk membedakan ini ruangan si A, ini ruangan si B, dan seterusnya.




Rumah adat mereka juga unik karena hampir semua material bangunan di ambil dari pohon sagu dan tak tampak ada satupun paku yang mereka pakai. Mereka mengikat setiap tiang hanya dengan tali yang terbuat dari rotan yang di serut. Atapnya pun menggunakan Nypa, daun sagu. Pondasi bangunannya pun bukan dari tatanan batu dan semen, melainkan bambu-bambu yang disusun rapi sehingga mampu menopang tubuh rumah panggung itu. Mengingat sagu adalah hal yang tak bisa di pisahkan dari mereka, hampir di setiap rumah adat Suku Alifuru terdapat tempat untuk mengolah sagu. Sagu itu akan di olah menjadi Papeda. Bentuk dari papeda sendiri hampir seperti tepung kanji yang di cairkan dengan air hangat. Rasanya tawar. Sebenarnya dulu suku ini sempat menanam padi. Tapi tak lama setelah mereka menanam padi banyak orang yang meninggal. Bermula dari itu lah, mereka tak lagi mau menanam padi karena mereka percaya bahwa padi akan membawa sial bagi kehidupan mereka.

Satu lagi yang unik dari suku ini adalah mereka akan berpindah rumah jika ada salah satu keluarganya meninggal.  Mereka meyakini bahwa jika ada salah satu anggota keluarganya yang meninggal di rumah itu berarti rumah itu membawa sial. Dan rumah yang sudah di tinggal itu tidak boleh di datangi apalagi di tinggali lagi. Tapi meski mereka berpindah rumah, mereka tak lantas meninggalkan ladang mereka. Ladang yang biasanya mereka tanami cengkeh, kasbi, kopi, dan sagu ini tetap mereka rawat sampai masa panen tiba.

Suku Aliffuru gunung belum mengenal sistem jual beli seperti suku Aliffuru pesisir. Mereka masih mengunakan sistem barter untuk mendapatkan barang yang mereka butuhkan. Jadi jika masa panen tiba, mereka akan turun ke Mosso untuk menukar hasil panenannya dengan kebutuhan sehari-hari mereka seperti ikan asin, garam, dan minyak lampu.


Itulahkehidupan Suku ALifuru, manusia pertama Pulau seram yang bertahan hidup dengan semua keunikan dan kesederhanaannya di bumi rempah-rempah.

Pinang Tak Hanya Menguatkan Tapi Juga Mengakrabkan



Mengkonsumsi pinang merupakan salah satu tradisi turun menurun  di Indonesia. Tapi, dewasa ini tradisi "nginang" ini sudah susah di temukan, bahkan sudah punah di beberapa daerah. Salah satu daerah yang masih menjaga tradisi ini adalah pulau seram. hampir di setiap wilayah di pulau seram ini penduduknya mengkonsumsi pinang, sirih dan kapur. tak pandang bulu, laki-laki atau perempuan, muda atau tua, semua mengkonsumsi buah ini.

Tak salah jika mereka mengkonsumsi Pinah, sirih dan kapur itu. Karena memang banyak sekali manfaat didalamnya. Contohnya,  meskipun mereka tak kenal gosok gigi, tapi gigi mereka tetap kuat. Mereka percaya bahwa komposisi pinang, sirih, dan kapur mampu menggantikan pasta gigi dan mampu menjaga gigi mereka tetap sehat dan kuat. Walaupun pada akhirnya kombinasi sirih, pinang dan kapur itu mereka akan meninggalkan kerak merah di gigi.

selain untuk memperkuat gigi, buah pinang, sirih dan kapur juga di konsumsi karena bahan-bahan tersebut bersifat panas. Hal ini menjadi sangat penting menginggat tempat tinggal mereka yang berada di dataran tinggi dengan udara yang cukup dingin. Jadi badan mereka akan tetap hangat setelah mengkonsumsi Pinang, sirih dan kapur.

Selain 2 itu, kandungan dalam buah pinang yang banyak acap kali di gunakan untuk melepas dahaga saat mereka bekerja atau berjalan jauh. Jadi jika warga akan bepergian jauh atau hanya sekedar pergi ke ladang, mereka akan membawa serta pinang, sirih dan kapur di dalam tas tradisionalnya yang terbuat dari pelepah sagu.


Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, tapi 3 benda itu juga di gunakan sebagai salah satu perlengkapan yang harus ada saat upacara adat di laksanakan. saat ada upacara adat seperti menerima tamu misalnya, mereka mengunakan pinang, sirih dan kapur ini untuk "menjamu" tamu. Tamu pun harus mencicipi salah satunya meski hanya secuil. Dengan memakan salah satu dari pinang, sirih dan kapur itu, maka tamu sudah di terima dan dianngap menjadi bagian dari keluarga mereka.

Untuk mengkonsumsi pinang dan sirih, warga biasanya mencocolkan benda-benda tersebut di kapur. Meskipun banyak sekali manfaatnya, tapi jangan terlalu banyak mengkonsumsi. Salah-salah bukan nya haus kita hilang, gigi kita kuat, atau badan kita yang hangat, tapi malah mabuk gara-gara kebanyakan pinang dan sirih.


Mengejar Sinar Surga di Goa Jomblang



Keder sekaligus tertantang. Seperti itulah yang saya rasakan ketika melihat bibir gua Jomblang yang menggangga di tengah hutan jati. Goa ini merupakan salah 1 dari ratusan goa vertikal yang berada di perbukitan karts Gunung Kidul. Di Gunung Kidul sendiri setidaknya tercatat sekitar 400 goa vertikal. Selebihnya adalah goa horizontal dan goa-goa yang belum terjamah. Tak mengherankan jika goa – goa di Wonosari ini menjadi primadona untuk para caver, pecinta goa, di Indonesia. Dan Goa Jomblang ini salah satu yang menjadi maskot goa vertikal di Gunung Kidul.

Begitu siap dengan peralatan caving seperti harness, chest harness, croll, footloop, jammer, carabiner dan beberapa SRT set lainnya, saya pun langsung mengikuti instruksi Mas Iqbal, sang operator. Sebelumnya saya sempat di tawari untuk turun dengan di katrol atau manual. Karena penasaran, saya memilih untuk turun di kelas VIP atau dengan cara manual, tanpa bantuan operator. Jalur ini harus menuruni dinding goa dengan ketinggian 20 meter. Sayangnya, cuaca siang itu tak bersahabat rupa. Saya dan beberapa teman yang sudah sangat antusias untuk menguji nyali menuruni goa itu ternyata harus meredamnya karena hujan mengguyur tanah Jomblang Resort. Demi keselamatan, Mas Iqbal pun menyarankan saya untuk turun dengan di katrol di dinding goa yang mempunyai kedalaman 60 meter. Ya, untuk turun ke Goa ini memang ada 2 jalur. Jalur VIP dengan manual dropping down di kedalaman 20 meter, atau di kedalaman 60 meter dengan bantuan katrol dari operator.

Begitu kaki terlepas dari bibir goa, tubuh serasa di hempaskan ke udara bebas. Pemandangan hijau dan subur seketika menjadi suguhan tersendiri dalam perjalanan menuruni Goa. Perasaan ngeri seketika hilang meski sesekali tubuh saya harus bersinggungan dengan pohon-pohon karena memang goa ini lumayan tertutup pepohonan. Tidak sampai 10 menit saya sudah menginjakkan kaki di hutan purba Jomblang. Saya sempat heran ketika melihat hutan yang menurut cerita terjadi karena reruntuhan bibir gua yang kemudian mengendap di dalam sumur goa. Hijau dan segar. Sangat berbeda dengan hutan jati yang ada di atas tadi. Kering dan tandus.

Selesai menggagumi hutan purba, saya langsung memasuki pintu goa yang berada sekitar 50 meter dari titik dimana saya turun tadi. Karena derasnya hujan, tangga alami yang di buat untuk membantu pengunjung untuk sampai ke mulut goa pun tak hayal berubah menjadi seperti perosotan. Licin dan berlumpur.

Suasana gelap dan lembab sudah menyambut. dengan bantuan senter, saya memasuki goa ini melewati batu-batu yang disusun rapi sepanjang lorong. Tidak terlalu lama saya berjalan, sekitar 300 meter,  sebuah sinar menerobos diantara dinding goa. suara gemuruh dan angin kencang langsung saja menyambut dan mengantar langkah saya hingga sampai ke Goa Grubuk. Cantik sekaligus horror. Ya, 2 kata itu memang tak bisa di pisahkan untuk menggambarkan Goa  vertikal dengan kedalaman 90 meter ini. menurut cerita operator, goa ini dulunya di pakai untuk membuang mayat para korban PKI pada tahun 196-an. Ada sekitar 4000 nyawa melayang di goa ini. saya sendiri sempat merinding membayangkan berdiri diantara mayat-mayat para korban PKI. Tapi kecantikan goa grubuk tak bisa menahan saya untuk menggambil beberapa angle foto.

Untuk datang ke Goa ini, waktu yang paling pas adalah sekitar pukul 10.00 – 13.00. pada jam-jam tersebut, jika cuaca cerah, kita akan mendapatkan Sinar Surga atau Ray of Light yang sempurna.

“saya selalu terpukau ketika masuk kee Goa Grubuk. seperti berada di dunia lain. Ketika keluar dari dalam goa pun saya seperti tidak percaya kalau tadi saya melihat keindahan yang sempurna, seperti di surga…” ungkap salah seorang operator.

Saya bisa membayangkan keindahan ROL goa Grubuk yang sering di jadikan incaran para fotografer itu. Karena saat saya masih menikmati sisa keindahan ROL di goa Grubuk padahal saat itu hujan deras dan jam sudah menunjukkan pukul 14.00. cantik sekali memang!!! Tak mengherankan karena kecantikan dan keunikan Goa Jomblang dipilih untuk menjadi tempat shooting reality television game show Amazing RaceAmerika tahun lalu.

Ray of Light yang meski tak sempurna tapi tetap cantik
Kawasan Goa Jomblang ini dulunya merupakan kawasan penambangan liar batu putih dan juga penebangan pohon oleh warga setempat. Tapi di tangan seorang Cahyo Alkantana, Kawasan ini lantas di sulap menjadi kawasan wisata gunung kidul dengan konsep ekoturisme.

“ini di sebut Ray of Light jadi banyak yang bilang ini adalah sinar surga. Jadi tidak perlu mati dulu untuk melihat surga karena di gua ini pun kita bisa melihat surge” ungkap Cahyo.

Jadi siap berburu dan mengabadikan Sinar Surga? Datanglah ke Goa Jomblang.  

Menyusuri Keindahan Isi Perut Goa Cerme



Bosan dengan destinasi akhir pekan yang begitu-begitu saja? pantai, gunung, atau wisata kota-kota? jika iya, wisata susur goa Cerme bisa menjadi angin segar untuk rencana liburan akhir pekan nanti.

Goa Cerme, terletak di desa Selopamioro Kecamatan Imogiri atau sekitar 2 km ke arah selatan dari kota Yogyakarta. Goa sepanjang 1,5 km ini dulunya adalah tempat pertemuan para walisongo dalam menyebarkan ajaran agama islam di Jawa. Nama Cerme sendiri diambil dari kata “Ceramah” karena memang di dalam goa inilah para walisongo sering mengadakan pertemuan untuk membahas rencana-rencana yang berhubungan dengan penyiaran agama islam, salah satunya adalah rencana mendirikan Masjid Besar di Demak Jawa Tengah. Sampai sekarang beberapa spot masih di jadikan tempat untuk bermeditasi. Tak lain adalah untuk mencari berkah.

Bibir Goa Cerme tak jauh dari loket pembayaran. Begitu sampai di bibir Goa, pengunjung di beri kesempatan untuk memakai dan mencek ulang beberapa peralatan yang di butuhkan selama di dalam Goa seperti Senter atau Headlamp, sepatu sandal, dan helm. Selesai berdoa, guide akan mengantar memasuki ke isi perut bumi ini. Untuk yang nyctophobia atau orang yang mempunyai phobia gelap, goa ini sedikit bersahabat karena suasana gelap tak langsung menyergap begitu memasuki goa, ini dikarenakan adanya  gradasi gelap. Pengunjung akan merasakan gradasi mulai dari terang, senja, hingga benar-benar gelap.

Sepanjang 1,5 km, pengunjung harus melawan arus sungai bawah tanah hingga kedalaman 1 meter. Keindahan stalagtit dan stalagmit di goa ini adalah salah satu magnet bagi para pengunjung. Selama 2 jam, dengan bantuan cahaya dari senter, mata akan di buat terpukau dengan keindahan stalagtit dan stalagmit. Selain itu, air terjun mini dengan ketinggian sekitar 3 meter di goa ini juga menambah keindahan goa Cerme. Didalam goa ini terdapat beberapa goa kecil, yaitu goa Dalang, Goa Ledek, Goa Badut, dan Goa Kaum. Petualangan di goa crème tidak hanya karena melawan arus sungai bawah tanahnya saja, tapi juga tantangan untuk menghindari kontak dengan stalagtit-stalagtit yang kadang benar-benar mepet dengan tubuh kita.

“awas kepala, punggung, kaki…kanan kiri…awas turunan” begitulah suara komando dari sang guide.

Goa ini terletak di atas sebuah bukit. Untuk menuju kesana sepanjang jalan kita akan di suguhi pemandangan deretan pegunungan yang hijau. Udara segar dan Suasana hijau akan menjadi hiburan tersendiri sepanjang perjalanan.

Untuk menikmati goa ini pengunjung hanya cukup merogoh kocek sebesar Rp. 2.250,- per orang. Untuk para pemula, pengurus juga menyiapkan jasa guide. Untuk biaya Guide cukup terjangkau yaitu sebesar Rp. 30.000,- jika rombongan di bawah 15 orang dan Rp. 20.000,- jika pengunjung di atas 15 orang. Harga yang murah jika di bandingan dengan keindahan interior goa Cerme yang sangat indah. 

Timang: Perawan, cantik, dan Menantang



Wonosari, rupanya telah menjadi surga untuk para pencinta pantai di Yogyakarta. Puluhan pantai membentang dari ujung barat sampai timur Wonosari. Sebut saja 3 sekawan BKK atau Baron Krakal Kukup, Pantai Sadranan dengan pantai nya yang cocok untuk ber-snorkling ria, pantai Sundak dengan pasir putihnya, Pantai Indrayanti dengan atmosfer Kuta-nya, atau pantai suing yang di elu-elukan karena tebingnya yang jadi buronan para pemanjat? Ya, semuanya memberikan daya magnetis yang berbeda-beda. Tapi dari puluhan pantai itu, pernah kah mendengar nama Pantai Timang?

Ya, Pantai Timang adalah salah satu pantai yang wajib untuk di cicipi. Cantik, perawan dan pastinya menggoda untuk di coba. Wow … seperti itulah gambaran yang cocok untuk mewakili pesona Pantai Timang. Secara umum, pantai ini hampir sama dengan pantai-pantai selatan Wonosari lainnya. Pasir putih yang bersih, debur ombak yang tinggi, dan karang yang mejulang tinggi. Bedanya, belum banyak pengunjung yang tahu pantai ini. Jadi masih sangat bersih dan alami. Fasilitas umum seperti toilet, penginapan dan warung pun tak terlihat satu pun disini. Tak banyak juga turis yang datang ke pantai ini, jadi alam serasa milik kita sendiri.

selain karena pesona karang, ombak dan pasir putihnya, pantai Timang menjadi wajib untuk di kunjungi karena menawarkan sebuah pemandangan yang hanya dapat di jumpai di pantai ini saja. Ya, sebuah Gondola menjadi daya tarik pantai yang masuk ke dalam kawasan hutan Konservasi tanaman langka Gunung Kidul ini. Alat transportasi tradisional ini di buat dari kayu yang di padu padankan dengan tali tambang ini digunakan untuk membantu para nelayan lobster dan udang menyebrang ke karang yang terletak di tengah laut. Derit tali tambang yang beradu dengan tuas kayu semakin menggoda nyali kita untuk segera mencobanya. Dengan bantuan 5 operator, kita akan menyebrangi lautan Timang dengan ketinggian kurang lebih 30 meter.

Jika ingin datang ke pantai timang ini, waktu yang pas adalah malam hari agar di pagi harinya kita bisa ikut mencoba Gondola bersama para nelayan tobster. Ada 2 alternatif jika ingin bermalam di Pantai ini. pertama adalah membuka tenda. di sisi kanan pantai ini terdapat tanah lapang yang cukup untuk menampung sekitar 4 tenda doom. Hanya saja harus membawa air dari dusun untuk keperluan memasak. Pilihan kedua adalah bermalam di rumah warga.

Tidak banyak memang yang tau dimana pantai Timang ini berada. Bahkan jika di lihat di peta deretan pantai selatan Wonosari nama Pantai Timang ini tak akan tampak. Pantai Timang berada di sebelah barat pantai Siung. Tepatnya di desa Tepus. Tidak adanya plang nama memang memaksa pengunjung untuk turun dan bertanya kepada warga. Dari jalan raya, kita masih harus menempuh jalan dusun berbatu dan selebihnya jalan berbatu. selain jalan yang sempit, untuk menuju ke pantai Timang kita harus super hati-hati karena jalan berbatu yang licin. Tapi, setelah kurang lebih 5 km bergoyang di atas jalan berbatu, kecantikan pantai Timang akan membayar lunas perjalanan anda.

Jadi, berminat untuk mencoba keprawanan Pantai Timang yang cantik dan menantang?

Gereja Gotic Gondomanan yang Cantik dan Mistik





Dimana-mana yang namanya gereja memang selalu identik dengan tempat ibadah kaum nasrani. Tempat para umat kristus melantunkan doa demi doa, mengaku dosa dan bersyukur atas berkat dari sang pencipta semesta. Tapi gereja gotic di Gondomanan Jogja tidak.

Ya, sebuah bangunan bergaya ala eropa ini pada akhirnya menjadi pusat perhatian pecinta bangunan kuno dan seni di Jogja. Di dunia maya, bangunan yang kental sekali dengan ornamen-ornamen kristiani ini beken dengan nama gereja Gotic. Entah siapa yang pertama kali mencomot nama itu hingga akhirnya nama itu lah yang sering di pakai untuk menyebut bangunan tua ini. Tapi melihat bangunan, ornamen dan atmosfer nya yang lekat dengan gereja dan misterius nama Gereja Gotic memang dirasa sangat pas. Padahal bangunan ini bukanlah Gereja melainkan hanya rumah biasa yang tak berpenghuni.

Rumah ini menjadi buruan para pecinta bangunan kuno karena memang unik dan misterius. Meskipun dari luar tak terlihat secara utuh bangunan ini karena memang lokasinya yang diapit oleh 2 rumah dengan pagar tinggi, tapi sebuah menara tinggi menyerupai kastil di negeri dongeng terlihat sangat cantik dan membuat orang ssemakin penasaran bagaimana penampakan bangunan ini secara keseluruhan. Di ujung menara-menara dipasang sebuah salib. Yang semakin memperkuat bahwa tempat itu menyerupai gereja adalah patung Yesus dalam ukuran besar yang di letakkan di balkon lantai dua di sisi selatan mengarah ke kraton Jogja. Jika di lihat dari jembatan Sayidan, kurang lebih 1 km dari tempat ini, bangunan ini memang sangat mencolok. Selain karena bangunan nya yang tinggi dan berada di tengah rumah-rumah biasa, salib-salib di setiap ujung menara itu menyerupai bangunan gereja di inggris. Menurut cerita warga, bahkan di dalam bangunan ini terdapat relief cerita perjalanan Yesus yang di pahat di dinding. Saya semakin ngiler membayangkan interior bangunan ini. 


Sangat di sayangkan memang bangunan secantik ini hanya dibiarkan begitu saja. Sejak tahun 2004 rumah ini tak lagi ditinggali dan hanya sesekali saja terlihat di bersihkan. Tepatnya setelah kematian sang pemiliknya, mati juga kehidupan di rumah ini. Meskipun setiap jengkal dari bangunan ini sangat kental dengan arsitektur eropa, tapi sang pemilik bukan lah orang eropa. Sang pemilik adalah seorang Chinese. Dulunya rumah ini di jadikan pabrik untuk produksi batik. Kemudian batik-batik tersebut di jual di pasar Bringharjo. Di pintu masuk, terdapat tulisan ulen sentalu. Dan rupanya anak dari pemilik rumah ini adalah direktur ulen sentalu, museum yang berada di kaliurang. 

Rumah ini menjadi terlihat misterius karena sang pewaris sangat tertutup dengan warga sekitar. Banyak sekali pihak-pihak yang ingin memakai bangunan ini untuk tempat mereka bisnis. Tapi tak ada satupun yang berhasil membawa pulang izin.  Pertama dan terakhir yang berhasil mengantongi izin memakai rumah ini adalah Ari Lasso. Dalam video klipnya yang berjudul “Perbedaan” Ari Lasso mengambil hampir semua scene video klipnya di rumah ini.


Entah sengaja atau tidak, di belakang dan samping rumah ini ada dua bangunan tua yang dibeli tapi juga di biarkan tak berpenghuni. Jelas saja itu semakin membuat suasana di gang sempit ini terlihat semakin dingin.


Gereja Gotic ini berada di dusun Gondomanan Jogja. Mudahnya jika datang dari alun-alun utara Jogja, langsung saja menuju ke timur sampai menemukan pertigaan lampu merah. Nah, bangunan ini berada di belakang deretan ruko baru Gondomanan.


31/05/2012
15.58

(Ornamen) Candi dalam Goa di Jogja



Jelajah candi di Jogjakarta tak akan habis dalam hitungan hari. Terlebih lagi jika mengunjungi ke daerah perbatasan antara Jogjakarta dan Jawa Tengah di bagian timur atau tepatnya di daerah Prambanan. Disana banyak sekali terdapat situs-situs peninggalan kerajaan Mataram kuno yang mempunyai keunikan bangunan dan cerita yang menarik. Sebut saja yang menjadi candi induk yaitu candi Prambanan dengan cerita epic Roro Jonggrang, Candi Ratu Boko yang dulunya adalah tempat pemandian putrid raja, Candi Kalasan yang merupakan candi Buddha tetapi bentuknya merupakan hasil  asimilasi antara budaya Buddha dan hindu yang masuk pada saat itu sehingga lebih mirip candi hindu dan masih banyak candi lagi.

Diantara candi-candi yang menarik lainnya adalah candi abang yang juga harus di kunjungi. Dalam bahasa Jawa, abang berarti merah. Nama ini dulunya di berikan karena memang material yang digunakan candi ini adalah batu bata merah. Maka tak mengherankan jika namanya candi abang atau candi merah.  Yang menjadi menarik dari candi ini adalah tempatnya yang berada di atas bukit. Hampir seperti candi barong, hanya saja candi ini sudah tidak berbentuk candi lagi dan tidak merah lagi. Melainkan berubah bentuk menjadi sebuah gundukan atau malah terlihat seperti bukit teletabis dan warna batu bata merah sudah beralih warna menjadi hijau karena gundukan itu diselimuti rumput yang hijau segar. Dari atas bukit ini bisa melihat pemandangan Jogja dan sekitarnya. Jika cuaca cerah, sore hari bisa menikmati sinar emas yang tenggelam di barat.


 Candi Abang
Tidak jauh dari candi abang ini terdapat situs Goa Sentono. Situs ini memang jarang dilirik para pelancong padahal menarik untuk dipelajari.  Goa sentono tidak seperti goa-goa pada umumnya yang berbentuk horizontal atau vertikal. Goa ini dulunya adalah sebuah batu besar di kaki bukit yang mempunyai 3 ceruk. Ceruk-ceruk itulah yang kemudian menjadi daya tarik untuk dipelajari. Meskipun situs ini tidak bisa disebut sebagai candi, tapi situs ini mempunyai ornamen-ornamen yang ada dan sering kita jumpai di dalam candi.


Goa Sentono
Di dalam ceruk pertama dari goa Sentono ini terdapat sebuah relief yang hampir mirip dengan relief meru atau gunung dan sebuah Yoni di lantai, ceruk kedua atau ceruk tengah terdapat relief siwa dan sebuah Lingga, dan ceruk yang terakhir terdapat sebuah Lingga Yoni dan di dinding samping kanan kiri terdapat relief Agastya dan Durga.




      Ceruk Pertama                                                  Ceruk Kedua



Ceruk Ketiga

Jika dilihat dari ornamen-ornamen yang terdapat dalam ceruk tersebut ada besar kemungkinan dulu tempat ini di gunakan oleh masyarakat setempat sebagai kuil atau tempat pemujaan untuk dewa-dewa umat Hindu. Hal ini bisa dilihat dari keberadaan Lingga Yoni yang merupakan lambang kesuburan, relief dewa Agastya  sebagai perwujudan dewa Siwa dalam bentuk mahaguru dan dewi Durga yang merupakan dewi kebaikan sekaligus istri dari dewa Siwa.

Goa Sentono dan Candi Abang ini berada di Dusun Candi Abang, Jogotirto, Berbah Sleman. Jika dari arah Prambanan langsung saja menuju ke arah Piyungan. Tempat ini bisa di capai dengan mengikuti plang arah yang sudah tersedia di sepanjang jalan.

Selamat berjelajah sejarah!